Rabu, 15 Februari 2012

Contoh-contoh Budaya Lokal


Masyarakat Indonesia terdri dari ratusan suku bangsa yang tersebar di lebih dari 13 ribu pulau. Setiap suku bangsa memiliki identitas sosial, politik, dan budaya yang berbeda-beda. Seperti bahasa yang berbeda, adat istiadat serta tradisi, sistem kepercayaan, dan sebagainya. Dengan identitas yang berbeda-beda ini, kita dapat mengatakan bahwa Indonesia memiliki kebudayaan lokal yang sangat beragam.

Berikut ini pembahasan mengenai beberapa contoh budaya lokal di Indonesia:
1.       KEBUDAYAAN LOKAL MASYARAKAT SUNDA
Secara administratif, suku bangsa Sunda sebagian besar mendiami propinsi Jawa Barat. Sistem kekerabatan suku bangsa Sunda mengenal sistem Parental, yaitu mengikuti garis keturunan kedua orang tua, ayah, dan ibu. Bahasa percakapan yang dipakai adalah bahasa Sunda. Bahasa ini mengenal tingkatan dari bahasa yang paling halus sampai kasar. Bahasa Sunda berkembang di daerah Priangan, seperti di Ciamis, Tasikmalaya, Garut, Sumedang, Bandung, Sukabumi, dan Cianjur. Bahasa sunda yang tidak halus berkembang di daerah Banten, Karawang, Bogor, dan Cirebon. Bahasa Sunda yang dipakai oleh masyarakat Badui do Banten Selatan disebut bahasa Sunda Buhun (Kuno).
Masyarakat Sunda memiliki beragam kesenian tradisional. Alat musik tradisional masyarakat Sunda adalah angklung. Alat musik Sunda juga memiliki pertunjukan seperti reog, calung, wayang golek,gendang pencak, dan sejumlah tarian-tarian seperti tari jaipong dan tari topeng. Kesenian tradisional tersebut umumnya dipertunjukkan pada upacara selamatan pernikahan, sunatan, meruwat rumah, dan syukuran.

2.       KEBUDAYAAN LOKAL MASYARAKAT TENGGER
Suku tengger merupakan salah satu sub kelompok orang Jawa yang mendiami wilayah sekitar Pegunungan Bromo, Jawa Timur. Masyarakat mempunyai ciri khas yang dapat dilihat dari dialek bahasa, upacara adat yang berdasarkan sistem kepercayaannya, serta perilaku yang sesuai dengan adat istiadat yang berlaku. Dalam kehidupan orang Tengger mempunyai kebiasaan mengangkat orang luar menjadi warga baru atau sesepuh masyarakat Tengger. Proses pengangkatan ini dilakukan melalui upacara wisuda yang dipimpin oleh ketua adat atau kepala dukun.
Sebagian masyarakat Tengger beragama Hindu Mahayana. Setiap tahun, mereka mengadakan upacara Kasodo, yaitu upacara dalam rangka pengiriman kurban kepada leluhur yang ada di Kawah Gunung Bromo. Puncak upacara Kasodo berlangsung tepat pada tengah malam, yaitu berupa pemilihan dukun-dukun baru. Setelah itu, dilakukan pelemparan Ongkek (persembahan penduduk) ke kawah Bromo. Acara ini mengakhiri keseluruhan upacara Kasodo yang berlangsung hingga subuh menjelang matahari terbit.

3.       KEBUDAYAAN LOKAL MASYARAKAT BATAK
Suku bangsa Batak adalah salah satu suku bangsa yang melindungi Pulau Sumatera. Suku bangsa ini dikenal masyarakat sebagai perantau karena banyak yang mengadu nasib ke berbagai daerah terutama di kota-kota besar. Meskipun tersebar di berbagai daerah, suku bangsa Batak dikenal sangat menjunjung tinggi kebudayaan sekalipun tidak tinggal di kampung halamannya.
Suku bangsa Batak memiliki beragam kesenian tradisional. Dalam seni ukir dapat dilihat pada motif-motif pakaian adat serta tiang-tiang rumah adat yang memiliki srti simbolis tertentu. Selain itu, terdapat berbagai lagu-lagu daerah dan tari-tarian. Tarian tradisional yang cukup terkenal adalah tarian Mandula dan tari Sekar Sirih. Tari Mandula adalah tarian rakyat Simalungun saat menyambut panen, sedangkan tari Sekar Sirih adalah tarian menyambut tamu.

4.       KEBUDAYAAN LOKAL MASYARAKAT BUGIS
Suku bangsa Bugis adalah suku bangsa yang mendiami wilayah Sulawesi Selatan. Sejak dahulu suku Bugis dikenal sebagai suku bangsa Pelaut, sehingga mereka juga tinggal di daerah-daerah luar Sulawesi Selatan. Di beberapa daerah, seperti di Flores dan Kalimantan, suku bangsa Bugis membentuk perkampungan sendiri. Pada naskah-naskah kuno bangsa Bugis, huruf yang dipakai adalah aksara Lontara. Setelah masuknya pengaruh Islam pada abad ke-17, naskah-naskah kebanyakan ditulis dalam aksara bahasa Arab, yang disebut aksara Serang.
Kesenian msyarakat Bugis dapat dilihat dari bentuk arsitektur rumah dan ukir-ukiran pada tiang atau gerbang rumah. Selain itu, dapat dilihat pada bentuk-bentuk kerajinan rumah tangga seperti tenunan sarung yang sudah cukup dikenal luas di Indonesia serta seni tarik suara dan tarian.

5.       KEBUDAYAAN LOKAL MASYARAKAT DAYAK
Suku bangsa Dayak dianggap sebagai suku bangsa asli Pulau Kalimantan. Masyarakat Dayak mengenal sistem ambilineal, yaitu mengikuti garis keturunan laki-laki dan perempuan. Sebagian besar anak laki-laki atau perempuan yang sudah menikah akan tetap tinggal bersama orang tuanya. Inilah yang membentuk keluarga luas (ultralokal). Masyarakat Dayak tidak melarang anak perempuannya menikah dengan laki-laki suku bangsa lain asalkan mereka mau tinggal bersama keluarga istrinya.
Masyaraka Dayak memiliki beragam kesenian, baik seni musik, tarian, seni ukir, ataupun tenun. Alat musik tradisional yang biasa dipakai umumnya terbuat dari bambu atau kayu yang dimainkan dengan cara dipikul berirama mengikuti tarian dan lagunya. Tarian-tarian masyarakat Dayak antara lain tari Tambun, Balean Dades, dan Bungai. Tarian tersebut pada umumnya dibawakan ketika upacara-upacara adat. Seni ukir dapat dilihat pada tiang-tiang rumah yang diukir dengan tangan dan memiliki simbol-simbol tertentu. Selain itu, seni ukir masyarakt Dayak berupa patung-patung yang terbuat dari kayu. Sedangkan kain tenun yang terkenal terbuat dari bahan kapas dan kulit kayu.

6.       KEBUDAYAAN LOKAL MASYARAKAT LIO
Masyarakat Lio adalah kelompok penduduk yang menempati Pulau Flores, NTT. Kelompok yang sangat penting adalah kelompok yang disebut “SUKU”. Kelompok ini dikatakan mewujudkan struktur piramidal, yang dipuncaknya duduk kepala suku yang secara turun-temurun dijabat oleh anak laki-laki sulung. Selain berstatus sebagai “orang tua”, ia juga sebagai “ahli waris”.
Masyarakat Lio mengembangkan berbagai kesenian tradisional. Dalam seni pahat dan arsitektur dapat dilihat pada bentuk rumah adat yang disebut Sao Ria. Selain itu, mereka juga membuat patung yang disebut Anadeo yang dikeramatkan sebagai penunggu ruah adat. Mereka juga menghasilkan hasil kain tenun tradisional dengan motif yang khas pada kain sarung, selimut, dan selendang.

7.       KEBUDAYAAN LOKAL MASYARAKAT ASMAT
Daerah kebudayaan masyarakat Asmat meliputi daerah pegunungan Papua Selatan. Suku bangsa Asmat umumnya dikelompokkan atas Asmat Hilir dan Asmat Hulu. Suku bangsa Asmat Hilir hidup di dataran rendah di sepanjang pantai yang masih diselimuti hutan dan rawa. Suku bangsa AsmatHulu hidup di daerah dataran tinggi yang berbukit-bukit dengan padang rumput yang cukup jelas.
Keluarga-keluarga suku bangsa Asmat umumnya tinggal di rumah-rumah panggung yang disebut tsyem. Sebuah kelompok kekerabatan Asmat terdiri atas 10-15 tysem yang mengelilingi sebuah rumah adat yang di sebut yew. Yew berfungsi sebagai rumah keramat dan tempat upacara keagamaan.
Masyarakat Asmat juga mengenal pemimpin adat yang disebut aipem. Pemimpin adat biasanya orang-orang yang pandai, bijaksana, dan kuat. Orang yang pandai dalam berburu. Orang yang pandai dalam membuat patung (wow-iptis) akan menjadi pemimpin para pembuat patung.
Kesenian masyarakat Asmat identik dengan kepercayaan dan upacara-upacara keagamaan terutama seni ukir patung, topeng, dan perisai. Secara umum, ada 4 (empat) gaya seni patung Asmat, sebagai berikut:

a.       Gaya A, Seni Asmat Hilir dan Hulu Sungai
Patung-patung dengan gaya ini tersusun dari atas ke bawah menurut tata urut silsilah nenek moyangnya. Contohnya, mbis yang dibuat jika masyarakat akan mengadakan balas dendam atas kematian nenek moyang yang gugur dalam perang melawan musuh.

b.       Gaya B, Seni Asmat Barat Laut
Bentuk patung gaya ini lonjong agak melebar bagian bawahnya. Bagian kepala terpisah dari bagian lainnya dan berbentuk kepala kura-kura atau ikan. Kadang ada gambar nenek moyang di bagian kepala, sedangkan hiasan bagian badan berbentuk musang terbang, katak, kepala burung tadung, ular, dan sebagainya.

c.        Gaya C, Seni Asmat Timur
Bentuk perisai yang dibuat umumnya berukuran sangat besar bahkan melebihi tinggi orang Asmat. Bagian atasnya tidak terpisah jelas dari bagian lain dan sering dihiasi garis-garis hitam dan merah, serta titik-titik putih.

d.       Gaya D, Seni Asmat Daerah Sungai Brazz
Bentuk perisai gaya D ini hampir sama besar dan tingginya dengan perisai C hanya bagian kepala terpisah dari badannya. Motif yang sering digunakan adalah hiasan geometri, seperti lingkaran, spiral, siku-siku, dan sebagainya.

Selain seni ukir, berbagai upacara keagamaan juga disertai dengan tari-tarian yang diiringi musik dan paduan suara. Alat musik yang dipakai adalah tifa yang dimainkan dengan cara dipikul. Dalam upacara keagamaan, para penari umumnya dihiasi dengan berbagai cat garis putih dan mengenakan semacam topi terbuat dari bulu ayam.

6 komentar:

Unknown mengatakan...

terimakasih ..
sangat membantu sekalii :)

Wahyu Hidayat mengatakan...

ya........ sama2 sobat. :)

Anonim mengatakan...

like it(y)

Unknown mengatakan...

thank you

Unknown mengatakan...

makasih sobat..

Anonim mengatakan...

PIECE OF SHIT TO MY HOMEWORK

Posting Komentar