Contoh sikap multikultur
Media massa mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam membangun masyarakat multikultur karena perannya yang sangat potensial untuk mengangkat opini publik sekaligus sebagai wadah berdialog antarlapisan masyarakat.
Terkait dengan isu keragaman budaya (multikulturalisme), peran media massa seperti pisau bermata dua, berperan positif sekaligus juga berperan negatif. Peran positif media massa berupa: (1) kontribusi dalam menyebarluaskan dan memperkuat kesepahaman antarwarga; (2) pemahaman terhadap adanya kemajemukan sehingga melahirkan penghargaan terhadap budaya lain; (3) sebagai ajang publik dalam mengaktualisasikan aspirasi yang beragam; (4) sebagai alat kontrol publik masyarakat dalam mengendalikan seseorang, kelompok, golongan, atau lembaga dari perbutan sewenang-wenang, (5) meningkatkan kesadaran terhadap persoalan sosial, politik, dan lain-lain di lingkungannya.
Peran negatif media massa dapat berujud sebagai berikut: (1) media memiliki dan kekuatan ’penghakiman’ sehingga penyampaian yang stereotype, bias, dan cenderung imaging yang tidak sepenuhnya menggambarkan realitas bisa nampak seperti kebenaran yang terbantahkan; (2) media memiliki kekuatan untuk menganggap biasa suatu tindakan kekerasan. Program-program yang menampilkan kekerasan yang berbasiskan etnis, bahasa dan budaya dapat mendorong dan memperkuat kebencian etnis dan perilaku rasis; (3) media memiliki kekuatan untuk memprovokasi berkembangnya perasaan kebencian melalui penyebutan pelaku atau korban berdasarkan etnis atau kelompok budaya tertentu; (4) pemberitaan yang mereduksi fakta sehingga menghasilkan kenyataan semu (false reality), yang dapat berakibat menguntungkan kepentingan tertentu dan sekaligus merugikan kepentingan pihak lain.
Selanjutnya, tidak dapat dipungkiri bahwa media massa memiliki hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi dengan masyarakatnya. Organisasi media massa yang relatif lebih modern dan mapan membuat posisi tawar media massa menjadi lebih dominan dalam mempengaruhi khalayak dibandingkan dengan sebaliknya.
Sehubungan dengan hal tersebut, ada beberapa catatan yang dapat dijadikan rekomendasi untuk mengoptimalkan peran media massa dalam mengembangkan masyarakat multikultur, yaitu melalui pengembangan paradigma civic journalism, atau public journalism, sebagaimana ditawarkan ahli komunikasi Jay Rosen (1998) atau di Indonesia mengemuka konsep jurnalisme makna.
Inti paradigma baru pemberitaan media massa adalah selalu mengedepankan kepentingan bersama dalam setiap liputannya, tanpa mengabaikan objektivitas pemberitaan itu sendiri. Berbagai cara yang bisa ditempuh: (1) orientasi pemberitaan media massa lebih ditujukan ke signifikansi peristiwa dibanding popularitas tokohnya; (2) media massa harus menggeser pola berita dari sensasionalitas drama ke utilitas (kemanfaatan) informasi; (3) media massa tidak boleh terpukau oleh 'peristiwa', tetapi harus memberi perhatian kepada 'kejadian'; (4) media massa harus mampu memperkuat visi sosialnya dengan memfasilitasi publik. Untuk kepentingan ini, media massa dituntut memberi akses kontrol intern, dengan melibatkan perlunya pengawasan publik media terhadap yang disajikan; (5) mendorong pandangan kritis terhadap media massa, yang memacu gerakan pemantauan media (media watch) di tengah masyarakat.
Selanjutnya, ditilik dari aspek substansi pesan (content), media massa diharapkan dapat berpartisipasi dalam membangun masyarakat multikultur dengan cara sebagai berikut: Pertama, memperkenalkan dan menanamkan nilai-nilai egaliterisme, toleransi dalam pluralisme kepada masyarakat. Mudahnya orang atau kelompok melakukan tindak kekerasan terhadap orang atau kelompok lain, sesungguhnya diawali ketidaksabaran dalam menerima perbedaan-perbedaan pandangan ataupun pendapat sosial politik. Demikian pula dengan masih kuatnya sikap-sikap diskriminatif dan rasialisme dalam masyarakat kita. Hal ini antara lain tidak dapat dilepaskan dari paradigma kehidupan sosial politik masa sebelum reformasi yang sering dianggap mencurigai perbedaan pendapat dalam masyarakat. Media massa dapat berperan dalam memberikan pemahaman terhadap pentingnya membangun proses kompromi dalam kehidupan masyarakat. Setiap sengketa dan perselisihan antara kelompok masyarakat dan negara, maupun antar kelompok-kelompok di dalam masyarakat diharapkan dapat diselesaikan di dalam kerangka proses hukum ataupun mediasi yang bersifat non-kekerasan.
Kedua, adanya keperluan menanamkan nilai-nilai solidaritas sosial dalam masyarakat. Perlu ditanamkan bahwa demokrasi bukan hanya soal kebebasan dan persamaan, melainkan juga solidaritas sosial. Demikian yang tercakup dalam semboyan awal demokrasi modern pasca revolusi Perancis (liberte, egalite, freternite). Kepedulian pada masyarakat miskin dan tersisihkan, misalnya merupakan satu bentuk solidaritas sosial yang mendukung demokrasi, karena ikut memberdayakan kekuatan masyarakat sipil. Media massa yang ideal sebaiknya tidak hanya menyediakan halaman ataupun program acara yang hanya berpusat pada aktualitas ataupun menyajikan realitas keseharian, apalagi hanya disajikan dengan kurang memperhatikan nilai-nilai estetika melalui pendekatan yang tidak jarang cenderung dilebih-lebihkan.
Ketiga, kemampuan “mengajak tanpa menghakimi” sehingga masyarakat semakin dewasa dan arif dalam menghadapi kemajemukan dalam masyarakat.
Link file presentation : Download
0 komentar:
Posting Komentar